*"Langit TPN dan Perjuangan yang Tak Tercatat"*
_(By Muh. Asriwadi AP)_
Langit pagi tanggal 20 Juli 2025 tak sekadar menyapa dengan cahaya mentari. Ia menyambut puncak kerinduan kami, kerinduan yang tak hanya tumbuh dari harapan, tetapi juga dari serangkaian perjuangan panjang yang tak selalu mudah dijelaskan lewat kata.
Hari itu adalah hari yang kami tunggu, *Temu Pendidik Nusantara ke-XII*. Bukan sekadar agenda akbar, tapi penjelmaan mimpi bersama Komunitas Guru Belajar Nusantara. Mimpi yang tumbuh dari hati-hati yang pernah ragu, tapi tak pernah menyerah. Di balik nama besar kegiatan ini, tersimpan kisah-kisah kecil yang diam-diam membuat hati kami bertumbuh.
Ada suka, ada duka. Ada tawa yang bersanding dengan diam-diam air mata. Ada lelah yang merayap perlahan di balik senyuman rapat koordinasi. Ada jiwa-jiwa yang tak selalu satu irama, kadang diseret emosi, kadang terbelah oleh perbedaan cara pandang, tapi tetap dipersatukan oleh satu semangat: *cinta pada pendidikan*.
Pernah aku berdiri sendiri di tengah malam, merenungi layar laptop yang tak kunjung mati, dikelilingi catatan-catatan kegiatan yang kian menumpuk, dan bertanya pada diri sendiri: “Untuk apa semua ini?” Kala itu, rasanya menyerah adalah jalan yang paling masuk akal. Pergi diam-diam, tanpa pamit, hanya agar tak perlu menjelaskan alasan kepada siapa pun.
Namun seperti semesta tak pernah membiarkan satu tekad runtuh tanpa ujian, satu per satu rekanku datang. Mereka bukan hanya memberi semangat, tapi juga memeluk hatiku yang letih. Lewat tawa mereka, lelucon receh di ruang Zoom, dan percakapan larut malam yang kadang tak penting tapi membekas, mereka mengingatkanku bahwa *perjuangan ini bukan milikku seorang*.
Ketua KGBN menjadi bara dalam bara. Ucapannya kadang tajam, tapi penuh cinta. Ia seperti api yang menyala dalam gelap, membakar sumbu kami yang nyaris padam. Dan kami tim yang tak selalu kuat tapi selalu saling menguatkan terus melaju. Bertemu tanpa mengenal waktu. Siang, malam, daring, luring. Tak ada batas bagi semangat yang tulus. Kami bertengkar, tapi juga saling menenangkan. Kami lelah, tapi juga saling mengingatkan bahwa ini *lebih besar dari sekadar agenda—ini adalah warisan perjuangan.*
Hingga hari itu tiba. Hari di mana semua peluh dan air mata seolah berubah menjadi pelangi. Saat bendera TPN berkibar, saat aula dipenuhi tawa dan tepuk tangan, aku tahu bahwa semua yang kami jalani tak sia-sia. Bahwa setiap detik yang kami korbankan adalah bagian dari mozaik cinta yang kini membentuk lukisan besar bernama *Temu Pendidik Nusantara ke-XII*.
Hari itu, aku tak hanya belajar tentang kerja tim. Aku belajar tentang kesetiaan pada mimpi, tentang makna perjuangan, dan tentang cinta yang tak selalu romantis. Tetapi dalam Cinta yang lahir dari peluh, sabar, dan pengorbanan bersama. Cinta yang tumbuh di antara catatan absen, revisi proposal, dan tawa yang menyembunyikan lelah.
Terima kasih, Tim. Kalian bukan hanya hebat. Kalian luar biasa. Kalian telah meretas batas yang tak pernah kita sangka bisa dilewati. Di balik panggung TPN, kalian adalah cahaya. Dan aku akan selalu mengenang hari itu, bukan sekadar sebagai suksesnya sebuah kegiatan, tapi sebagai bukti bahwa *cinta bisa ditemukan dalam perjuangan bersama.*
Komentar0